Reformasi
Birokrasi pada hakekatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan yang
mendasar terhadap system penyelenggaraan pemerintahan, terutama menyangkut
aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (bussines proses) dan sumber
daya aparatur.
Sebagaimana
diamanatkan dalam UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005-2055, bahwa pembangunan Aparatur Negara dilakukan melalui Reformasi
Birokrasi untuk meningkatkan
profesionalisme aparatur negara dan untuk mewujudkan tata pemeritahan yang
baik, di pusat dan di daerah agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di
bidang lainnya.
Dalam
mencapai sasaran reformasi tersebut, Kementerian Agama melakukan penataan
organisasi/ kelembagaan terwujudnya organisasi yang tepat fungsi dan tepat
ukuran, terciptanya birokrasi yang memiliki budaya kerja dengan integritas dan
kinerja yang tinggi, terwujudnya sitem, proses dan prosedur kerja yang jelas,
efektif, efesien, terukur, dan sesuai dengan prinsip-prinsip good goverment,
tersusunnya regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih, dan kondusif,
serta terbangunnya SDM yang kompeten, profesional dan
produktif.
Salah
satu output Reformasi Birokrasi adalah pelayanan yang lebih baik, jelas dan
tidak bertele-tele. Dalam rangka membangun kepercayaan masyarakat terhadap
pelayanan (birokrasi), Kementerian Agama menetapkan program percepatan (Quick
Wins) yang menjadi ciri utama pelayanan di Kementerian Agama.
Reformasi
birokrasi ini telah lama disosialisasikan dengan merujuk kepada dasar hukum
yang kuat yaitu:
1.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
2.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
3.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional 2005-2025.
4.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
5.
Instruksi Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2008 tentang Percepatan
Reformasi Birokrasi di Lingkungan Kementerian Agama.
6.
Keputusan Menteri Agama Nomor 153 Tahun 2009 tentang Reformasi
Birokrasi Kementerian Agama .
Tujuan
Umum Sosialisasi reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Agama adalah
untuk menyamakan persepsi dan konsolidasi dalam pelaksanaan reformasi birokrasi
sehingga dapat melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem
penyelenggaraan pemerintahan, menciptakan tata kelola yang baik, efektif,
efesien, dan akuntabel (good governance).
Menurut
Bahrul Hayat, P.hd, Sekjen Kemenag RI, Reformasi Birokrasi difahami sebagai
upaya untuk membentuk/membangun ulang sistem pelayanan publik. Mengapa harus
dibentuk/dibangun ulang? Apa yang salah dengan sistem pelayanan publik selama
ini?
Ada
empat alasan mengapa birokrasi/sistem pelayanan ini harus ditata ulang atau
dibentuk ulang:
Pertama,
birokrasi lebih sibuk melayani dirinya sendiri daripada melayani masyarakat.
Hal tersebut bisa dilihat dari perbandingan persentase anggaran untuk kendaraan
dinas,honor, akomodasi, transportasi, workshop/meeting dan sebagainya dengan
anggaran untuk pelayanan publik.
Kedua,
Birokrasi kita tidak efisien/hemat baik pada aspek sarana prasarana, waktu,
biaya, SDM, dan sebagainya.
Ketiga,
Mutu pelayanan birokrasi kita penuh ketidakpastian baik pada aspek waktu
penyelesaian sebuah perizinan ataupun yang lainnya maupun biaya yang harus
dikeluarkan masyarakat terkait pelayanan tersebut.
Keempat,
Ketidak-seimbangan antara tuntutan masyarakat yang semakin tinggi dengan proses
birokrasi yang tersendat-sendat.
Apa
yang harus dibentuk/ditata ulang?
Ada
delapan hal yang harus direformasi, yaitu : Pola pikir dan budaya
kerja, organisasi, proses kerja, SDM, regulasi, pengawasan, akuntabilitas, dan
pelayanan publik.
Menurut
Bahrul Hayat, yang paling sulit adalah mengubah pola pikir dan budaya kerja (
culture set and mind set) pegawai . Padahal semuanya berawal dari culture set
dan mind set. Karena itu, harus diupayakan bagaimana setiap pegawai sepenuhnya menyadari
bahwa dirinya adalah pelayan masyarakat, sehingga pegawai tersebut
berintegritas dan berkinerja tinggi. Kesadaran semacam itu tentunya akan
membuat dirinya maksimal dalam melayani masyarakat. Sementara perubahan pada
aspek lainnya hanya akan bisa berjalan dengan mudah manakala aspek culture set
dan mind set pegawai secara kualitas berubah positif.
Hal
ini senada dengan Kepala Kementerian Agama Kab. Majalengka, DR. H. Udin
Saprudin, M.MPd. dalam berbagai kesempatan sering mengajak seluruh pegawai Kementerian
Agama Kab. Majalengka untuk mendukung dan melaksanakan reformasi birokrasi,
karena reformasi birokrasi sangat urgen bagi Kementerian Agama dan hal ini bukan
wacana belaka namun telah ditabuh genderangnya sejak Januari 2014.
Beberapa
langkah strategis telah diambil oleh Kakemenag Kab. Majalengka untuk mendukung
Reformasi Birokrasi ini, seperti mengadakan rotasi pegawai, meningkatkan
kedisiplinan pegawai, mengadakan kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan
profesionalisme pegawai, workshop, kunjungan ke daerah secara langsung dan hal
yang kecil tapi besar adalah membuat banner yang berisi 9 (Sembilan) budaya
kerja yang harus dijunjung tinggi oleh seluruh karyawan Kementerian Agama
terutama Kantor Kabupaten Majalengka.
Semoga
ditahun digulirkannya Reformasi Birokrasi ini, Kementerian Agama menjadi lebih
baik lagi, professional, amanah, transparan, akuntabel, bersih dan berwibawa.
Aamiin.
(Humas: diolah dari berbagai sumber)
0 comments:
Posting Komentar