Dalam
konteks modernisasi, tasawuf dengan berbagai konsepnya tidak boleh
kaku, melainkan harus mampu menyelaraskan dengan deru derasnya arus
modernisme. Oleh karena itu, diperlukan orientasi baru berupa
penghadiran nilai-nilai Ilahi dalam perilaku keseharian manusia modern,
sehingga manusia modern tidak hanya berkutat dengan kehidupan yang kaya
secara materi, akan tetapi manusia modern juga harus memiliki kekayaan
spiritual yang dapat diaplikasikan dalam berbagai aspek kehidupan.
Dalam kehidupan yang rasionalis dan
materialis, pengamalan sufistik tidak cukup hanya bersifat normatif,
melainkan harus rasionalis, objektif dan aplikatif dimana saja dan kapan
saja, sehingga setiap manusia dapat mengikuti dan memahaminya serta
merasakan nikmatnya beragama, yang di dalamnya terkandung kecintaan
kepada Tuhan sekaligus kecintaan kepada sesama manusia dan sesama
makhluk. Penyucian jiwa akan membawa kepada kondisi batiniah yang
bebas daripada nilai-nilai negatif yang tergambar dalam tingkah laku.
Tahap ukuran yang bebas daripada nilai-nilai negatif tersebut
dicerminkan melalui setiap perbuatan yang disukai dan dicintai oleh
masyarakat sekeliling serta diridhai Allah Swt..[1]
Di zaman modern, pengembaraan spiritual melalui konsep maqâmât dan ahwâl
tentu tidak selalu dilakukan dengan menjauhi materi keduniaan,
tetapi–untuk zaman modern ini orientasi kesufian–lebih diarahkan untuk
dapat berkembang seiring dengan modernitas.
Kontekstualisasi ‘uzlah misalnya, tidak diasosiasikan dengan mengasingkan diri dari keramaian dunia seperti smedi
agar jauh dari keduniaan, tetapi diasosiasikan sebagai pengasingan diri
dari segala perbuatan jahat/negatif dari setiap orang dengan tetap
terlibat dan turut mengalami dinamika dunia modern.
Begitu juga konsep zuhud, akan
dapat mengurangi kecenderungan pola hidup konsumtivisme dan
individualisme yang semakin menggejala ditengah dunia modern. Sufisme
dan Islam dalam skala yang lebih luas adalah bentuk tata aturan
normative yang menjanjikan kedamaian dan ketentraman. Sehingga ketika
zaman menghadirkan keresahan-keresahan, seseorang bisa menghadirkan
sufisme sebagai kopensasi positif.
Berlaku zuhud tidak berarti berdiam diri
dan tidak melakukan usaha apa pun untuk mendapatkan rezeki yang Hâlal.
Zuhud bukan sikap malas. Seorang zahid sama sekali tidak identik
dengan orang fakir yang tidak mempunyai harta apa pun. Seorang zahid
adalah orang yang mendapatkan kenikmatan dunia tetapi tidak memalingkan
dirinya dari ibadah kepada Allah. Ia tidak diperbudak dunia dengan
segala kenikmatannya, dan mampu menahan diri untuk tetap berada di jalan
yang diridhai Allah.
Kemudian konsep ikhlas dan mahabbah,
akan menjadi sarat makna apabila nilai sufistik ini diamalkan dalam
seluruh aspek kehidupan sosial kemasyarakatan, baik dalam dunia politik,
ekonomi, budaya dan sebagainya. Korupsi, kolusi, nepotisme, kerusuhan,
dan konflik horizontal dan perselisihan antar sesama anak bangsa dan
berbagai penyakit sosial dengan sendirinya secara berangsur-angsur
menjadi berkurang andaikata sejak dini konsep ini dimasyarakatkan.
Setiap Muslim hendaknya mampu menanamkan zuhud dalam hidupnya agar mampu
menyikapi kenikmatan dunia searif mungkin dan mampu menjalin hubungan
yang harmonis dengan sesama manusia.
Reinterpretasi dan kontekstualisasi nilai spiritual maqâmât dan ahwâl
akan semakin bermakna bilamana ia diangkat pada tataran yang aplikatif
dalam kehidupan masyarakat. Alangkah indahnya sesama umat memulai suatu
konsep pekerjaan dengan keikhlasan, menjalin hubungan antara sesama
dengan rasa cinta, serta bentuk-bentuk nilai positif lainnya yang akan
membuat manusia hidup dengan tentram, bahagia dan seimbang.
Hal ini menunjukan bahwa komponen
sufisme seperti zuhud, khalwat, dan uzlah ternyata dalam banyak kasus
dibelantara zaman modern ini, masih saja tidak kehilangan relevansinya
sama sekali.
Dengan demikian, tasawuf merupakan
solusi terhadap gejala kekeringan spritual di era modernisasi dan
globalisasi. Bertasawuf di zaman modern ialah upaya penghadiran
nilai-nilai Ilahiyah ke dalam dirinya yang memancar dalam bentuk
perilaku positif disemua aspek kehidupan, sehingga berdampak baik bagi
sesama manusia dan seluruh makhluk.
By: Humas
0 comments:
Posting Komentar