Prolog
Ketika
memasuki salah satu kantor di lingkungan Kementerian Agama Kab.
Majalengka, kita akan mendapatkan “banner” hijau di salah satu pojok
ruangan yang berisi 9 (Sembilan) budaya kerja yang bertujuan untuk
meningkatkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan berwibawa, yakni: 1)
jujur dan memiliki integritas tinggi; 2) memiliki etika, berakhlak
mulia, dan memberi teladan; 3) taat hukum dan aturan yang berlaku; 4)
bertanggung jawab dan akuntabel; 5) menghormati hak-hak orang lain dan
tidak mudah menyalahkan orang lain; 6) mencintai pekerjaan dan mau
bekerja keras; 7) meningkatkan transparansi dan koordinasi; 8) disiplin
yang tinggi; 9) bersahaja dalam hidup dan kehidupan.
Penulis mencoba untuk mengelaborasi
urgensi budaya kerja yang memang sudah diamanatkan oleh Keputusan
Menteri No. 04 tahun 1991 tentang Pedoman Pemasyarakatan Budaya Kerja
dan Keputusan Menteri No. 25/Kep/M.PAN/4/2002 tentang Pedoman
Pengembangan Budaya Kerja yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan etos
kerja, tanggung jawab moral, dan meningkatkan produktivitas serta
kinerja pelayanan kepada stakeholders (masyarakat setempat).
Budaya Kerja
Dalam pandangan antropologi, budaya dipahami dalam dua sudut pandang, yakni budaya merupakan bentuk (body) dari pengetahuan dan piranti (tools) dimana orang beradaptasi terhadap lingkungan fisik, seperangkat aturan-aturan (rules)
untuk berhubungan dengan orang lain, dan merupakan gudang pengetahuan,
kepercayaan, dan formula yang digunakan orang untuk mencoba memahami
alam dan tempat ia berada (bekerja).
Banyak orang belum menyadari bahwa
keberhasilan kerja berakar pada nilai-nilai yang bermula dari
ada-istiadat, kebiasaan, agama dan kaidah lainnya yang menjadi keyakinan
dan kemudian menjadi kebiasaan dalam perilaku orang-orang dalam
melaksanakan pekerjaan. Nilai-nilai tersebut dinamakan budaya kerja
karena dikaitkan dengan kadar kualitas kerja, baik didalam maupun diluar
organisasi. Ini berarti bahwa suatu budaya kerja merupakan juga
seperangkat nilai-nilai yang digunakan dan diyakini dalam melakukan
suatu pekerjaan atau sewaktu bekerja.
Sebagai pola kebiasaan yang didasarkan
pada cara pandang atau cara seseorang memberikan makna terhadap kerja
yang mewarnai suasana hati dan keyakinan yang kuat terhadap nilai-nilai
yang diyakininya, serta memiliki semangat yang sungguh-sungguh untuk
mewujudkannya dalam bentuk prestasi kerja, maka budaya kerja dapat
diidentifikasi sebagai sikap, ketaatan, kepatuhan terhadap norma-norma,
etika yang menjadi aturan dan berlaku dalam melaksanakan aktivitas
kerja, baik fisik maupun mental, dalam kegiatan mencapai tujuan
organisasi dan individual.
Urgensi Budaya Kerja
Budaya kerja bukan hanya sebagai perekat
sosial yang membantu mempersatukan institusi dengan memberikan standar
yang tepat untuk menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh pegawai,
melainkan juga menjadi “kawah Candradimuka” yang bertujuan untuk
mengubah sikap dan perilaku SDM yang ada agar dapat meningkatkan
produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan dimasa yang akan
datang, menjadi landasan setiap kebijakan atau aturan serta mengarahkan
perilaku individu dalam bekerja.
Budaya kerja ditampilkan dalam dua
bentuk, yakni: 1) sikap terhadap pekerjaan, yakni gemar bekerja
dibandingkan dengan kegiatan lain; 2) perilaku pada waktu bekerja, yakni
seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, teliti, cermat, memiliki
kemauan kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya, dan lain-lain.
Dengan mengacu pada pemaknaan bersama terhadap nilai, norma, keyakinan (belief),
tradisi dan prinsip kerja yang terkandung dalam sembilan budaya kerja
tersebut, diharapkan Kementerian Agama Kabupaten Majalengka dapat tampil
berbeda dari institusi yang lain.
Nudging Method
Memang diperlukan waktu membiasakan diri
dengan pola pikir, pola rasa, dan pola tindak baru yang dapat
melahirkan aparatur negara yang berkarakter baru. Budaya kerja itu tidak
muncul begitu saja melainkan harus diupayakan dengan sungguh-sungguh
melalui suatu proses yang terkendali dengan melibatkan semua SDM dalam
seperangkat sistem, alat-alat, dan teknik-teknik pendukung. Salah
satunya dengan menggunakan nudging method.
Nudge, metode yang pertama kali digunakan dan dipopulerkan oleh Michael Eisner, CEO Walt
Disney, berupaya memberikan sentuhan atau dorongan dari pimpinan dengan
bantuan fisik untuk menarik perhatian dan membangun empati orang-orang
yang dipimpinnya. Artinya, aktivitas pimpinan untuk mengingatkan dan
mendorong orang-orang yang dipimpinnya terhadap suatu gagasan, program,
ide, dan nilai-nilai yang ingin ditanamkan sampai gagasan tersebut
melekat pada setiap individu dan akhirnya menjadi kenyataan. Untuk itu,
pimpinan perlu : 1) menuntun, membentuk sikap dan prilaku anggotanya
agar mau dan mampu melaksanakan stategi pencapaian misinya; 2)
membangkitkan komitmen terhadap pencapaian tujuan organisasi daripada
kepentingan pribadi; 3) memberikan identitas bagi lembaga yang
dipimpinnya; 4) menopang kesatuan organisasi dengan standar yang memadai
mengenai apa yang seharusnya dilaksanakan oleh seluruh pegawai.
Epilog
Sembilan butir budaya kerja yang tertera pada banner di setiap kantor di lingkungan Kementerian Agama Kabupaten Majalengka bukan sekedar aksesoris office interior
belaka, melainkan salah satu upaya menginternalisasikan budaya kerja
untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan berwibawa
dengan cara memberikan dorongan dan mengingatkan akan nilai-nilai budaya
kerja yang ingin ditanamkannya. Setiap kali karyawan
menginternalisasikan nilai-nilai tersebut, maka nilai-nilai itu akan
menjadi bagian dari budaya pribadi (personal culture) untuk menuntun perilaku kerja apa yang akan ditampilkannya. Wallahu a’lam.
Oleh : AGUS SUSANTO, S.Ag. (Penghulu KUA Kecamatan Cikijing)
0 comments:
Posting Komentar