Majalengka (Humas). Inilah bahan khutbah jum'at untuk minggu ini. Bagi kawan kawan yang membutuhkannya silahkan untuk di share. Semoga bermanfaat.
Khutbah Jum’at: Lihat Selalu dari Sisi Yang Berbeda
Disusun oleh : Endang Mu'min
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ الْمَحْمُوْدِ عَلَى كُلِّ حَالٍ، اَلْمَوْصُوْفِ بِصِفَاتِ الْجَلاَلِ وَالْكَمَالِ،
الْمَعْرُوْفِ بِمَزِيْدِ اْلإِنْعَامِ وَاْلإِفْضَالِ. أَحْمَدُهُ سُبْحَاَنَهُ وَهُوَ
الْمَحْمُوْدُ عَلَى كُلِّ حَالٍ. وَأَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَشَرِيْكَ لَهُ ذُو الْعَظَمَةِ وَالْجَلاَلِ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ وَخَلِيْلُهُ الصَّادِقُ الْمَقَالِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى عَبْدِكَ
وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ خَيْرِ صَحْبٍ وَآلٍ وَسَلِّمْ
تَسْلِيْمًا كثيرا.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ
ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ
خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً
كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ
إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ
ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا
عَظِيْمًا.
Seorang pemuda
tergeletak lemah. Entah apa yang membuatnya sakit. Detik-detik kritis sedang
menghampirinya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menyambanginya
dengan penuh cinta, pada saat-saat dimana sakitnya segera mengantarkannya pada
kematian.
“Bagaimana kau dapati dirimu saat ini?” begitu
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bertanya.
“Wahai
Rasulullah, kepada Allah aku menggantungkan harapan, aku sangat takut dengan
dosa-dosaku.”
Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam menjawab, “Tidaklah dua perasaan itu berkumpul di dalam
hati seorang hamba, dalam kondisi seperti (menjelang kematian) ini, kecuali
Allah pasti akan memberinya rasa aman atas apa-apa yang ia takutkan.”
Hal itu, di
saat-saat paling sulit dalam sejarah hidup manusia, pemuda itu melakukan
sesuatu yang tidak mudah; melihat dari sisi yang berbeda. Adakah saat yang
menakutkan, melebihi saat-saat dimana tanda kematian begitu nyata di depan
mata? Ia memang sakit. Tapi ia mencoba melihat, dari sisi lain, ia harus
berharap kepada Allah dan takut kepada-Nya. Tak lama sesudah itu sang pemuda
memang mati. Hidupnya berakhir, tapi pengharapannya terus berlanjut.
Hadirin Kaum
Muslimin Yang Allah Mulyakan
Melihat dari
sisi yang berbeda tidak saja soal kepandaian, kecukupan argumen, pola pikir,
apalagi sekedar basa-basi menghibur diri. Tidak. Tapi lebih dari itu, dalam
Islam, melihat dari sisi yang berbeda, adalah roh dasar dari segala model yang
kita harapkan tentang diri kita sendiri. Maksudnya, melihat dari sisi yang
berbeda, adalah landasan yang kita pakai untuk membangun harapan-harapan akan
seperti apa diri kita yang kita inginkan.
Semua itu
berpusat pada prinsip berprasangka baik kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Ya, berprasangka baik kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sebab, dari
prasangka itu lantas kita memulai merangkai permintaan, harapan, tentu dengan
tuntutan ikhtiar kemanusiaannya. Prinsip ini yang dengan utuh bisa kita fahami
dari penjelasan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, “Sesungguhnya
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, ‘Aku tergantung bagaimana prasangka
hamba-Ku tentang-Ku. Dan aku bersamanya saat ia menyebut dan mengingat-Ku.’”
Dalam penjelasan yang lain, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga
bersabda, bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfrman, “Aku tergantung
bagaimana prasangka hamba-Ku tentang diri-Ku. Bila prasangkanya baik, maka
baginya (kebaikan itu). Dan bila prasangkanya buruk maka baginya pula
(keburukan itu).”
Melihat selalu
dari sisi yang berbeda, sebenarnya merupakan tindakan memperkaya persepktif,
memperluas pandangan, dan pada akhirnya menjadi kita lebih bijak dalam
bertindak. Jadi pada mulanya adalah prasangka yang baik. Sesudah itu adalah
seni untuk menjalani hidup dengan harapan cita-cita yang lebih bersemangat,
serta pengharapan yang lebih kuat.
Dalam hidup
kita sehari-hari, fakta yang ada di depan mata –peristiwa atau benda- semuanya satu
entitas, meski secara jumlah dan jenis bermacam-macam. Tapi satu “unit sesuatu”
tidak mewakili “unit sesuatu” yang lain. Hujan yang turun, banjir yang datang,
angin yang berhembus, matahari yang terbit dari timur dan tenggelam di barat.
Bayi yang lahir, lelaki renta yang mati, burung yang berimigrasi, dan segala
yang ada di alam ini, masing-masing adalah representasi dirinya sendiri.
Fakta-fakta harian ini bisa disebut sebagai subyek riil. Subyek ada yang
bergerak, ada yang tidak bergerak. Dalam bereaksi atau merespon subyek tersebut, kadang antara satu orang
dengan orang lain berbeda-beda. Fakta-fakta itu berjalan seperti apa adanya.
Tidak ada konstrukti yang berbeda. Realitasnya sama. Ada yang bisa memahami
dengan baik, ada yang tidak.
Dari
fakta-fakta yang sama itu, kemudian setiap kita memiliki sikap yang
berbeda-beda di dalam memandangannya. Perbedaan itu bisa saja dikarenakan soal
latarbelakang pendidikan kita, disebabkan karena kondisi keseharian kita yang
berbeda, atau bisa juga perbedaan itu disebabkan oleh perbedaan kepribadian
kita sendiri. Karenanya, melihat sesuatu dari sisi yang berbeda merupakan
sebuah keharusan, untuk menjadikan kehidupan kita lebih luas, lebih baik, dan
lebih dinamis.
Seonggok batu
adalah sebuah “unit sesuatu”. Bukan batu yang lain. Tapi bagaimana orang
melihat batu itu? Itulah yang berbeda, pemuja melihat batu sebagai tuhan, dan
ini tentu saja keliru. Kaum materialis melihat batu hanyalah sebagai benda mati
yang tak bernyawa. Tapi lihatlah cara Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengajarkan
kepada kita, untuk melihat batu dari sisi yang berbeda,
ثُمَّ
قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ
قَسْوَةً وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الأنْهَارُ
وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاءُ وَإِنَّ
مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ
عَمَّا تَعْمَلُونَ
“Kemudian
setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal
diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan
diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan
diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. dan
Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah
: 74)
Hadirin Sidang
Jum’at Rahimakumullah
Melihat sesuatu
secara lebih luas, lebih jauh, lebih mendalam, dan dari sisi yang berbeda,
lebih mendesak lagi diperlukan pada soal-soal yang sangat krusial, berat,
rumit, atau bahkan mengguncang jiwa. Prinsip ini semakin menemukan performa
manfaatnya, ketika digunakan untuk menghadapi situasi-situasi yang sulit. Semacam
reaksi atas peristiwa, fakta, keadaan, kondisi, yang tidak menyenangkan.
Seperti bencana yang merenggut nyawa, musibah yang menyengsarakan, pencarian
sumber rezeki yang terasa semakin sulit, dan masih banyak lagi yang lainnya. Di
momen-momen seperti itu, tuntutan untuk melihat dari sisi yang berbeda semakin
kuat. Itu sebabnya, di dalam Al-Qur’an, permasalahan ini bahkan dijelaskan
dengan sejelas-jelasnya.
Di dalam ajaran
agama kita, melihat sesuatu dari sisi yang berbeda, ditegaskan lebih khusus
oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, terutama untuk segala sesuatu yang
secara lahiriah memang berpeluang membuat kita salah dalam memandang, atau
keliru dalam bersikap, yang keduanya bisa membawa kesengsaraan. Inilah cara
Allah Subahanahu Wa Ta’ala mengajarkan kepada kita,
كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا
شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ
لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
“Diwajibkan
atas kamu berperang, Padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci.
boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi
(pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui,
sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 216)
Hadirin Kaum
Muslimin Rahimakumullah
Dalam soal
diterapkannya hukuman mati bagi para pembunuh sengaja, misalnya. Di dalam kedua
kasus tersebut, Islam menyebut tentang adanya kehidupan dibalik kematian. Dalam
Ayat yang cukup panjang hal tersebut dijelaskan,
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ
بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالأنْثَى بِالأنْثَى فَمَنْ عُفِيَ
لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ
بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى
بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ (١٧٨)وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ
حَيَاةٌ يَا أُولِي الألْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (١٧٩)
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka,
hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat
suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan
cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang
memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas
sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih. dan dalam qishaash itu ada
(jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu
bertakwa.” (QS. Al-Baqarah
: 178-179)
Jadi, sanksi
yang diberikan untuk seorang pembunuh, dengan cara di hukum mati, sejatinya
akan memberi dia kehidupan. Sebab
dengan itu ia menebus dosanya. Sebab dengan itu berarti ia berharap ampunan dan
kehidupan yang lebih baik. Tapi lebih dari itu, diterapkannya hukuman mati,
juga untuk memberi efek jera. Agar dengan itu tak ada yang mudah melakukan
pembunuhan dan itu artinya memberi jaminan kehidupan bagi sesama secara lebih
baik.
Hadirin siding Jum’at yang berbahagia
Melihat sisi yang berbeda, di dalam Al-Qur’an
bahkan meggunakan pola yang sangat khas, pola penyemangatan positif. Artinya,
bila kita mau melihat sesuatu dari sisi yang berbeda, maka kita dijanjikan akan
mendapatkan berbagai hal yang baik, menyenangkan, dan lebih bermanfaat bagi
kestabilan jiwa kita. Artinya, kita diminta melihat sesuatu dari sisi yang
berbeda.
Karenanya,
pentingnya melihat dari sisi yang berbeda, di dalam Al-Qur’an, juga ditegaskan
untuk urusan rumah tangga. Di mana para suami diminta untuk melihat istri
secara positif. Boleh jadi ada sesuatu yang tidak disenangi, maka diperintahkan
untuk tetap melihat dari sisi yang lebih baik. Sebab rumah tangga adalah
bahtera yang diatasnya dibangun kehidupan.
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“… dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu
tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisaa : 19)
Hidup adalah pilihan-pilihan sikap, pilihan
reaksi, pilihan tindakan. Tapi sebelum itu semua, hidup dimulai dari prasangka
kita, pandangan kita, juga cara kita melihat hidup itu sendiri. Tidak ada yang
lebih menyiksa dari persepsi diri sendiri yang keliru. Apa yang seharusnya bisa kita pandang baik, bisa menjadi berubah
buruk, karena cara pandang kita yang keliru.
Tetapi menjadi
mengerti cara memandang hidup, akhirnya harus kita mohonkan kepada Allah Subhanahu
Wa Ta’ala. Sebab berprasangka baik, menjadi mengerti, menjadi lebih pintar,
menjadi bisa melihat secara lebih luas, adalah karunia-karunia hidayah yang tak
semua orang mendapatkannya. Ajaran Islam secara lebih baik. Agama ini petunjuk.
Al-Qur’an adalah nasehat. Sunnah Nabi adalah lampu penerang. Tapi apa artinya semua
itu bagi orang-orang yang menutup hatinya dengan sengaja.
أَفَمَنْ
شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ
فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ أُولَئِكَ فِي
ضَلالٍ مُبِينٍ (٢٢) اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا
مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ
رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ
ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ
فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ (٢٣)
“Maka Apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk
(menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang
yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah
membatu hatinya untuk mengingat Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata. Allah
telah menurunkan Perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu
ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang
takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu
mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa
yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada
baginya seorang pemimpinpun.” (QS. Az Zumar : 22-23)
Setiap kita tentu berkeinginan untuk dapat
berproses menjadi manusia yang lebih luas cara pandangnya. Menjadi manusia yang
makin bijak. Menjadi manusia yang mampu berfikir dan memandang dengan jernih
berbagai persoalan, berbagai kondisi, dan menempatkan orang lain tidak dengan
kacamata yang terburu-buru. Kita pun berharap dapat berproses menjadi manusia
yang tidak mudah tergempur kemurungan, bisa mengambil sisi jenaka semestinya,
dan punya semangat optimisme. Semua itu bermula dari pemikiran, dan akan
berimbas pada perilaku kita. Dan semua itu tentu bukanlah perkara yang gampang.
Namun, dengan meluaskan cara pandang kita, dengan mencoba selalu melihat
persoalan, kondisi, dan orang lain dari sisi yang berbeda, kita bisa mulai
belajar meraihnya.
Di hari-hari yang kian sulit, di saat beban
hidup kian menghimpit, segala upaya mencari jalan keluar harus kita lakukan.
Tapi itu tak ada artinya bila kita tak juga belajar bagaimana melihat segalanya
secara lebih luas, lebih mendalam. Kita harus terus belajar melihat sesuatu
dari sisi yang berbeda. Sebab hidup dimulai dari prasangka dan cara kita
memandang.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ
اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيْئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
تَسْلِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ،
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ
فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.
اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَّا بِالْحَقِّ وَاَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ
لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا اغْفِرْ
لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا. اَللَّهُمَّ إِنَّا
نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ، وَنَعُوْذُ
بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَّ
إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا سَأَلَكَ بِهِ عِبَادُكَ الصَّالِحُوْنَ، وَنَعُوْذُ
بِكَ مِنْ شَرِّ مَا اسْتَعَاذَ بِكَ مِنْهُ عِبَادُكَ الصَّالِحُوْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا
نَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً. رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يِوْمِ الدِّيْنِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ
اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ.
فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus