Bersama Badai, Bermiliar Malaikat Turun ke Gurun Arafah
Rabu, 22 Agustus 2018 12:20 WIB
Saya bersama seluruh konsultan ibadah haji berangkat ke Gurun Arafah
Ahad 8 Dzulhijjah menjelang magrib, ketika angin puting beliung mulai
menggulung Kota Suci Makkah. Dari dalam bus, saya melihat angin berembus
kencang, menerbangkan setiap sampah dan beberapa barang dagangan kaki
lima di trotoar. Dari informasi yang saya terima, kiswah Kabah yang
berat pun sore itu sampai terbang dihembus topan.
Tak lama, hujan
turun ketika bus yang membawa kami mendekati tanah Arafah. Kaca bus
yang tak pernah disiram sore itu lumayan bersih oleh hujan. Di Makkah,
mobil umumnya jarang dicuci. Mulai dari Camry, Mercedes, BMW bahkan
Jaguar diparkir di pinggir jalan dan dibiarkan dekil oleh debu. Tak ada
air tanah bisa disedot untuk membasuh mobil-mobil mewah itu. Kota suci
ini memang terdiri atas batu, batu, dan batu. Ke bawah sedalam 100 meter
adalah batu, ke atas gunung-gunung dan bukit-bukit juga terdiri atas
batu. Untung gadis-gadis Arab dan onta tidak terbuat dari batu!
Saat bus memasuki tanah suci Arafah, saya lihat semua pohon di sana
ruku, sebagian bahkan hampir sujud, ditiup angin sangat kencang. Karena
sejumlah tenda terlihat roboh, saya sangat khawatir pohon-pohon itu
tumbang. Saya tahu betul riwayat pohon-pohon itu. Saat saya berhaji
tahun 2000, pohon-pohon itu baru tumbuh setinggi dengkul, disiram tanpa
henti dengan air laut hasil sulingan yang dialirkan lewat selang-selang
panjang. Kini, 18 tahun kemudian, pohon-pohon itu sudah menjulang tiga
kali atau empat kali lipat tinggi badan saya. Mereka saya lihat sudah
bisa hidup mandiri, bahkan bisa menari-nari ketika badai datang.
Dari semua pemandangan menegangkan itu, hal paling mengagumkan adalah
ketika saya lihat dengan mata telanjang halilintar panjang menyala
terang-benderang dari balik gunung. Saya terlalu sering melihat
halilintar di Indonesia. Tapi halilintar satu ini sungguh berbeda. Ia
menggambarkan garis lurus yang berdiri tegak dari gunung batu di depan
saya menuju langit, menyala terang benderang hampir satu menit tanpa
terputus. Karena itu saya bisa dengan jelas melihat halilintar itu
berdiri tegak di atas gunung itu, seolah menghubungkan gunung itu dengan
langit. Jika Anda sulit menangkap deskripsi ini, bayangkan saja jalur
cahaya yang dilewati Thor setiapkali ia kembali dari Bumi menuju Asgard.
Terpana menyaksikan pemandangan itu, saya bertasbih pada Allah
SWT sambil bergumam dalam hati: ‘’Bermiliar-miliar malaikat sedang turun
dari langit ...’’ Lalu saya menoleh ke luar jendala bus kanan dan kiri,
siapa tahu Allah izinkan saya melihat ribuan batalion malaikat itu
berbaris mengepung Arafah.
Dalam Al-Quran, Allah memberi kabar
bahwa malaikat tercipta deri energi listrik. Dalam bahasa Arab energi
listrik ini disebut ‘’nur’’. Itulah sebabnya makhluk ini super ringan
dan tak terlihat oleh mata manusia. Demikian ringannya, malaikat mampu
terbang super cepat ke langit terdekat dengan jarak tempuh satu hari
yang setara 1000 tahun atau 50.000 tahun dalam hitungan manusia. Silakan
lihat Al-Quran surat Al-Maarij (70) ayat 4. Karena tercipta dari energi
listrik pula, malaikat bisa bertransformasi diri memuai seolah menutupi
semua langit yang bisa dilihat mata telanjang seperti yang disaksikan
Rasulullah Muhammad SAW saat ia bertemu Jibril di Gua Hira, atau bisa
memadatkan diri menyerupai manusia seperti dua sosok manusia yang
bertamu ke rumah Nabi Ibrahim AS sebelum keduanya meluluhlantakkan Sodom
Gomorah seperti dikisahkan dalam QS Huud (11) ayat 69 – 73 dan surat
Adz-Dzaariyat (51) ayat 24 – 37.
Saat makhluk-makhluk energi
listrik yang super cerdas itu bertransformasi diri lalu turun ke bumi,
apalagi jika jumlahnya bermiliar-miliar, tentu saja aktivitas mereka
menimbulkan dampak pada alam sekitar. Mata manusia tak mampu melihat
fisik mereka, tapi dampak alamnya jelas terasa, misalnya halilintar yang
memang tercipta dari aliran listrik, badai kencang, hujan lebat, atau
sejenisnya. Inilah yang Allah lukiskan dalam Al-Quran ketika Ia
menurunkan balatentara tak terlihat untuk menolong Rasulullah SAW dan
pasukannya dalam perang Ahzab di tahun 627 Masehi atau tahun 5 Hijriah.
Saat itu Nabi dengan 3000 tentaranya dikepung di Yatsrib oleh 10.000
tentara gabungan Quraisy dan Ghatafan. Dalam surat Al-Ahzab (33) ayat 9,
kedatangan balatentara malaikat itu Allah lukiskan sebagai angin topan
yang memorakporandakan tenda-tenda musuh berikut perlengkapan masak
mereka.
Di malam menjelang wukuf itu, kami para konsultan
diturunkan satu per satu dari bus ke tengah jamaah mirip perwira-perwira
intelijen diterjunkan dari pesawat satu per satu ke tengah pasukan di
medan tempur. Informasi tentang maktab yang harus kami datangi pun baru
kami ketahui di bus yang mengangkut kami. Di tengah badai yang masih
berlangsung, bus berhenti di gerbang maktab, lalu satu konsultan ibadah
meloncat turun lengkap bersama ranselnya, untuk kemudian bus berjalan
lagi. Sampai di maktab tertentu, bus kembali berhenti, lalu satu
konsultan meloncat turun, demikian seterusnya.Saya diturunkan di Maktab
28 dan 29 yang gelap gulita, jamaah sedang panik, hujan masih turun, dan
sesekali kilat halilintar masih terlihat.
Tugas para konsultan
adalah memastikan bahwa di setiap tenda yang ada di maktab masing-masing
sudah tersedia ustaz atau kyai yang akan berkhutbah menjelang wukuf
esok harinya. Jika tak ada khatib, konsultan itulah yang harus
berkhutbah di tenda itu. Malam itu saya mendarat di tenda penuh dengan
jamaah asal Madura. Ada lima kyai di sana, salah satunya bahkan ketua
MUI Madura. Untuk tenda ini saya merasa tenang dan besok pagi harus saya
tinggalkan. Usai salat subuh Allah takdirkan saya berceramah subuh di
tenda itu lalu saya jelaskan fenomena badai yang terjadi semalam.
"Mikail itu adalah malaikat pembagi rejeki dan hujan. Lihat, setiapkali
malaikat ini datang membagi-bagi hujan, selalu saja kita lihat petir
atau halilintar. Setiap ada petir selalu datang hujan, setiap ada
kesusahan selalu datang kemudahan,’’ kata saya dalam ceramah Senin
(20/08) subuh itu.
"Karena itu jangan membenci hujan ketika ia
datang karena tanpa sadar kita sudah memaki malaikat Mikail," demikian
saya memberi penekanan.
Seorang wartawan di siang hari menjelang
wukuf bertanya kepada saya tentang fenomena badai semalam. Saya katakan:
‘’Itu tanda pasukan langit yang terdiri atas bermiliar-miliar malaikat
datang mengepung Arafah. Berdoalah yang kuat saat wukuf. Dalam sekejap
mereka akan terbang ke langit membawa doa-doa kita ke haribaan Allah,
Tuhan yang dari-Nya selalu mengalir kasih dan sayang.’’
Menjelang wukuf tiba dan itu hanya berlangsung enam jam, saya memberi
pesan kepada keluarga saya di Jakarta bahwa telepon seluler di tangan
saya sengaja akan saya matikan. Selama enam jam saya ingin bercanda
dengan Tuhan. (Helmi Hidayat)
Penulis : Kontributor (Helmi Hidayat)
Editor : Khoiron
Editor : Khoiron
Photo Ilustrasi by Internet
0 comments:
Posting Komentar